6 Tahun Bawaslu/Kota se -Indonesia
humas | Kamis, Agustus 15, 2024 - 13:37
Hari ini, 15 Agustus 2024 merupakan enam tahun Bawaslu Kabupaten/Kota se-Indonesia lahir menjadi badan tetap Pengawas Pemilu. Sebutan Pengawas Pemilu sejak Pemilu 1982 sudah muncul dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu atau “Panwaslak Pemilu”. Meskipun Pemilu pertama di Indonesia sudah digelar pada tahun 1955. Kamis(15/8/2024)
Seiring waktu Panwaslak Pemilu berubah nama menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Perubahan ini melalui UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Lembaga ini awalnya bersifat adhoc yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu di pusat, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan sebatas Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan.
Selanjutnya lembaga ini mulai dikuatkan melalui UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu yang dibuktikan dengan dibentuknya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI) secara tetap alias permanen.
Sementara jajaran Bawaslu RI kala itu sudah sampai ke tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi bersifat adhoc, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota juga masih bersifat ad hoc.
Kemudian ada Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa dan saat ini berubah menjadi Pengawas Kelurahan Desa (PKD) sampai hari ini masih bersifat ad hoc.
Tak sampai disitu, dinamika kelembagaan pengawas Pemilu masih berjalan dan terus dikuatkan dengan terbitnya UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Dengan UU ini lahirlah Bawaslu Provinsi secara tetap atau permanen dengan keanggotaan berjumlah 3 orang setiap provinsi, pada bagian kesekretariatan Bawaslu RI juga didukung oleh Sekretariat Jenderal Bawaslu, jabatan Sekjend diisi oleh eselon I.
Setelah Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi dibentuk secara permanen, maka lahir pula UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. UU ini mencabut 3 UU sebelumnya yang berkaitan dengan penyelenggaran Pemilu. Semua diatur didalam satu UU ini.
Kaitannya dengan Bawaslu, UU yang disahkan pada tanggal 15 Agustus 2017 yang berjumlah 573 pasal. UU ini juga telah membidani lahirnya lembaga Bawaslu Kabupaten/kota secara tetap atau permanen.
Hal ini tertuang jelas pada pasal 89 ayat (4) yang berbunyi “Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota bersifat tetap” yang keanggotaannya juga diatur untuk Bawaslu RI sebanyak 5 orang, Bawaslu Provinsi 5 dan 7 orang sementara kabupaten/kota 3 dan 5 orang.
Yang awalnya Bawaslu Provinsi 3 orang dengan UU ini bertambah menjadi 5 dan 7 sementara Bawaslu kabupaten/kota ada yang masih tetap 3 seperti jumlah ketika ad hoc dan ada pula yang bertambah menjadi 5 orang seperti Bawaslu Kabupaten Merangin.
Sehingga Bawaslu Kabupaten/Kota ditetapkan lahir pada tanggal 15 Agustus 2018 atau tepat 6 tahun lalu pada saat UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu di sahkan dan diundangkan sehari setelahnya. Jajaranya kian mengakar tak sebatas ada di desa/kelurahan namun sudah sampai ke tingkat TPS yang disebut pengawas TPS (PTPS).
Setelah 6 tahun Bawaslu Kabupaten/Kota lahir jujur masih seumur jagung dan anak-anak jika dikonversikan kepada umur manusia, sangat perlu sosialisai intens ke tengah-tengah masyarakat tentang nomenklatur kelembagaan ini.
Meskipun kewenangannya melalui UU 7 Tahun 2017 kian besar, selain mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, kode etik dan pidana Pemilu namun bisa menyelesaikan sengketa Pemilu.
Namun demikian, masih banyak kita dengar masyakat menyebut nama Bawaslu Kabupaten/Kota dengan sebutan “Panwaslu” sementara di level kabupaten namanya sudah jadi “Badan” bukan lagi panitia yang sifatnya sementara.
Para pimpinan atau anggotanya juga sudah wajib lapor LHKPN kepada KPK karena termasuk kategori pejabat penyelenggara negara. Dan telah didukung oleh sekretariat permanen dengan jabatan kepala sekretariatnya eselon III.A dan para Kasubbag eselon IV.A.
Selain dipanggil dengan sebutan “Panwaslu” ada juga yang menyebut akronim Bawaslu itu dengan sebutan “Banwaslu” pakai kata “Ban” bahkan sekelas pejabat kepala perangkat daerah juga banyak yang tak bisa bedakannya.